Ketika Harus “Mengemis Hujan” Kepada Allah SWT

Kemarau sudah berlangsung lama. Sawah-sawah mengering, bahkan berpecah-pecah sehingga banyak petani yang mengalami gagal panen. Banyak orang yang mulai kesulitan menyiram kebunnya, bahkan untuk sekedar minum dan keperluan sehari-hari. Air memang vital dalam kehidupan kita. Tubuh kita, tujuh puluh persennya adalah air. Bumi yang kita tempati, dua pertiganya berupa lautan dan hanya sepertiganya yang berupa daratan. Benar, setiap makhluk hidup, Allah ciptakan dari unsur air. Melalui firmanNya, Allah SWT mengingatkan kita: “Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan, ataukah kami yang menurunkannya?. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur” (QS. Al-Waqi’ah/56: 68-70).
Panas matahari menyinari bumi.

Air laut menguap, berpadu menjadi awan, angin membawanya berarak-arakan, memenuhi angkasa. Setelah mencapai titik kondensasi, lalu awan turun menjadi hujan. Asinkah rasanya? Tidak. Karena Allah telah menfilternya dengan hukum yang ditetapkan berlaku pada alam ciptaanNya, sebagai sunnatullah.
Di saat air sudah semakin langka, baik di daerah kita atau di daerah lain, dan turun hujan tak kunjung datang, apa yang kita lakukan? Lakukan istisqa’…!. Istisqa’ berarti minta kepada Allah agar bekenan menurunkan hujan, agar tanah menjadi subur, orang bisa bercocok tanam, binatang ternak cukup makanan rumputnya, susu dan dagingnya pun berlimpah. Semuanya untuk kita, bani Adam, alias anak-cucu keturunan nabi Adam. Lalu kita untuk siapa? Kita semua untuk Allah, untuk beribadah kepadaNya, hanya kepadaNya, tidak kepada yang lain.
Adapun cara istisqa’, ada beberapa cara yang bisa kita tempuh. Tentu saja cara yang dianjurkan dalam Al Qur’an maupun dalam hadist nabi. Yaitu :
1.    Memperbanyak Istighfar
Kok istighfar? Apa hubungannya? Ya, tertahannya hujan, sangat erat kaitannya dengan dosa dan ulah salah manusia yang telah menimbulkan kerusakan di muka bumi ini. Maka dari itu, diperlukan kesadaran dan pengakuan atas dosa dan khilaf. Itulah istighfar, yang berarti memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang kita lakukan.
Tidak mengherankan, kalau Imam Hasan Basri menasehati orang yang mengeluh kekeringan sawahnya, agar ia beristighfar. Ini sesuai dengan nasehat nabi Nuh as kepada kaumnya, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an. “Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anak kalian,  menjadikan untuk kalian kebun-kebun dan menjadikaan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai” (Qs. Nuh/71:10-11).
Stop maksiat, hentikan perilaku zalim dan perbanyaklah istighfar, niscaya Allah SWT turunkan hujan.

2.    Berdo’a Saja
Kita bisa berdo’a kapan saja. Kita mengiba kepada Allah dan merunduk di hadapan-Nya. Hati kita tertunduk dan penuh harap akan kasih sayang-Nya. Kuasa-Nya meliputi segala sesuatu di alam raya ini. Tidak ada yang sulit baginya. Mintalah hujan kepadanya. Tunjukkan ketulusan dan kesungguhanmu dalam meminta. Dan yakinlah bahwa setiap ada do’a, pasti ada ijabah dari Allah.
Nabi Muhammad saw pernah meminta hujan kepada Allah dalam berbagai kesempatan. Ketika menghadapi musuh dalam perang, ketika sedang duduk di masjid, dan ketika duduk di batu-batu dekat Zaura’ di luar masjid. Istisqa’ beliau selalu langsung dikabulkan oleh Allah. Do’a yang beliau panjatkan antara lain:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْئًا, نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ , عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ
“Ya Allah, curahkan kepada kami hujan yang lebat dan melegakan, menyuburkan dan merata, bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian, segera dan tidak tertunda” (Hr. Abu Dawud; Shahih).
Kita bisa melakukannya di rumah, di masjid, di perjalanan,  ketika sedang sendiri, atau sedang bersama orang lain, terutama selepas shalat fardhu dimana do’a mustajab.

3.    Berdoa dalam Khutbah Jum’at
Berdo’a minta hujan pernah juga dilakukan oleh Rasulullah saw ketika sedang berdiri menyampaikan khutbah jum’at. Mari kita ikuti penuturan Anas bin Malik meriwayatkan pengalamannya bersama rasulullah saw dalam masalah ini.
Ada seorang laki-laki masuk masjid pada hari jum’at melalui pintu Darul Qadha. Waktu itu Rasulullah saw sedang berdiri menyampaikan khutbah. Kemudian menghadap beliau sambil berdiri, lalu berkata: “Wahai rasul Allah, harta kekayaan rusak dan jalan-jalan terputus. Tolong berdo’alah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami”.
Kata Anas, maka rasulullah saw mengangkat kedua tangannya. Kemudian berdo’a
اَللَّهُمَّ أًغِثْنَا، اَلَّلهُمَّ أَغِثْنَا، اَلَّلهُمَّ أَغِثْنَا
“Ya Allah, turunkan hujan kepada kami, Ya Allah, turunkan hujan kepada kami, Ya Allah, turunkan hujan kepada kami”.  Lanjut Anas, demi Allah, kami tidak melihat awan di langit sedikitpun. Antara kami dan gunung tidak terhalang rumah satupun (maksudnya, ia bisa memandang lepas). Sekonyong-konyong muncullah awan seperti tameng dari balik gunung. Ketika berada di tengah langit, kemudian menyebar dan turun menjadi hujan. Demi Allah, kami tidak melihat matahari selama sepekan.

4.    Shalat Istisqa’
Shalat istisqa’ hukumnya sunnah. Terdiri dari dua raka’at dan dilaksanakan secara berjama’ah di tanah lapang. Bacaan fatihah dan suratan dikeraskan. Kemudian imam menyampaikan khutbah seperti halnya shalat ied. Saat berdo’a, khatib menghadap kiblat dan memindahkan posisi surban yang sebelah kiri ke kanan, dan yang sebelah kanan dipindah ke kiri. Suatu gerakan yang menggambarkan kuatnya keinginan agar keadaan segera berubah, dari kekurangan air menjadi kecukupan, dan dari kesulitan menjadi kemudahan.
Dalam hadits diterangkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمًا يَسْتَسْقِي, فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلاَ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ , قَالَ: ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللهَ , وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ , ثُمَّ قَلَّبَ رِدَاءَهُ , فَجَعَلَ الْأَيْمَنَ عَلَى الْأَيْسَرِ , وَالْأَيْسَرَ عَلَى الْأَيْمَنِ
Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya nabi saw pada suatu hari keluar memohon diturunkannya hujan. Beliau mengimami kami melaksanakan shalat dua raka’at, tanpa adzan dan iqomat. Kemudian menyampaikan khubah kepada kami, berdo’a kepada Allah dan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian membalik posisi surbannya. Beliau jadikan yang kanan ke sebelah kiri, dan yang sebelah kiri ke kanan. (Hr. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya).
Khutbah juga boleh dilaksanakan sebelum shalat, sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَاصِمٍ اَلْمَازِنيِّ قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِيْ، فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو، وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ , ثُمَّ صَلَّى رَكعَتَيْنِ جَهَرَ فِيْهِمَا بِالْقِرَاءَةِ. وَفيْ لَفْظٍ: أَتَى الْمُصَلَّى
Dari Abdullah bin Ashim Al-Mazini berkata: Nabi saw keluar untuk memohon diturunkannya hujan. Lalu berdoa’a  dengan menghadap kiblat dan mengubah posisi surbannya. Kemudian melakukan shalat dua raka’at dengan mengeraskan bacaan pada keduanya”. Dalam lafazh lain disebutkan “mendatangi tempat pelaksanaan shalat / tanah lapang”. (Hr. Bukhari dan Muslim).
Sebelum mendatangi tempat pelaksanaan shalat, hendaknya kita bertaubat, meninggalkan segala perbuatan maksiat, mengembalikan hak orang lain, banyak bershadaqah’, mengajak orang-orang shalih untuk turut berdo’a, dan berpuasa karena doa orang yang berpuasa itu mustajab.
Angkatlah kedua tangan dan panjatkan do’a…! Allahumma Aghitsna… Ya Allah, curahkan hujan kepada kami. Alangkah dekatnya ijabah dari Allah, terlebih kalau seluruh khatib jum’at hari ini memanjatkan do’a istisqa’ dan diamini seluruh jama’ah. Amin. Amin Ya Mujiibassailin. Wallohu a’lam bisshowab.

 

#Ust. Arwani Amin, Lc#

Dipostingkan oleh : Abu Zaky

You May Also Like

More From Author

2Comments

Add yours

+ Leave a Comment