Bagai katak dalam tempurung. Ini tamsil untuk orang yang hanya berkutat di lingkungan kecilnya, padahal dunia ini luas. Maka dari itu, Islam mendorong umatnya untuk berani bermusafir atau menempuh perjalanan jauh. Bahkan Islam telah menyiapkan alokasi zakat bagi orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya.
Ada banyak tujuan mulia dalam bermusafir. Seperti menunaikan ibadah haji dan umrah, mencari ilmu, berdakwah, berjihad, mencari rizki, mengunjungi sanak famili, hingga rekreasi yang bermanfaat. Untuk itu, perlulah kiranya kita memahami adab-adabnya;
1. Dua Raka’at Keberangkatan
Shalat sunnah dua rakaat di rumah sebelum berangkat akan menjadi keberkahan tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkan. Rasulullah saw bersabda:
مَا خَلَّفَ أَحَدٌ عِنْدَ أَهْلِهِ أَفْضَلَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَمَا يُرِيدُ السَّفَرَ
“Ketika hendak bermusafir, tidaklah seseorang memberi peninggalan yang lebih baik untuk keluarganya, dibanding melaksanakan shalat dua rakaat” (Hr. Thabrani). Maka dari itu, jangan lupa melakukan shalat dua rakaat di rumah sebelum berangkat.
2. Pamitan
Sebelum bermusafir, hendaknya kita pamitan dengan keluarga dan orang-orang terdekat atau para tetangga. Karena, kita ingin memperoleh keberkahan dari Allah melalui do’a mereka. Rasulullah saw telah mencontohkan do’a untuk kita. Baik do’a melepas maupun do’a berpamitan.
Ketika kita melepas orang yang hendak bepergian jauh, maka kita ucapkan kepadanya do’a berikut:
أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ ، وَأمَانَتَكَ ، وَخَواتِيْمَ عَمَلِكَ
“Kepada Allah, aku titipkan agamamu, amanahmu, dan penutup-penutup amalmu” (Hr. Tirmidzi; shahih)
Bagi yang berpamitan, ia mengucapkan do’a:
أَسْتَوْدِعُكُمُ اللهَ الَّذِيْ لَا تَضِيْعُ وَدَائِعُهُ
“Aku titipkan kalian kepada Allah, yang titipannya tidak akan terlantar” (Hr. Ahmad dan Ibnu Majah; Shahih).
Gapailah keberkahan musafir dan keberkahan keluarga yang kita tinggalkan dengan mengamalkan do’a kenabian ini. Apa yang kita titipkan kepada Allah pasti dijagaNya, sehingga tidak akan tersia-sia atau terlantar.
3. Agar Tidak Tersesat
Sebelum melangkah, pastikan bahwa kita sepenuhnya bersandar kepada Allah yang maha kuat dan maha menjaga. Segala persiapan yang matang, tidaklah berarti apa-apa kalau tidak mendapat pertolongan dan perlindunganNya. Kita bertawakkal kepada Allah agar hati kita selalu tegar dan urusan menjadi lancar.
Inilah do’a tawakkal yang diucapkan oleh nabi Muhammad saw ketika keluar dari rumah:
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إلاَّ باللهِ
“Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepada Allah. Dan tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah” (Hr. Tirmidzi; Hasan).
Dalam perjalanan, berbagai kemungkinan bisa terjadi. Dari tersesat jalan sampai gangguan orang jahil. Maka dari itu, jangan lupa kita berlindung kepada Allah agar terhindar darinya. Bacalah do’a berikut sebelum berangkat, disamping do’a tawakkal di atas.
اللَّهُمَّ إِنِّي أعُوذُ بِكَ أنْ أضِلَّ أَوْ أُضَلَّ ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ ، أَوْ أظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ ، أَوْ أجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berlaku zalim atau dizalimi, berlaku jahat atau diperlakukan jahat” (Hr. Tirmidzi dan Abu Dawud; Shahih).
4. Amirus-Safar
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah selektif memilih teman atau rombongan. Usahakan bisa bersama orang-orang yang shalih. Sehingga bisa saling mengingatkan untuk menjaga ketaatan kepada Allah dan menghindari perbuatan maksiat. Seperti berdekatan dengan penjual parfum, paling tidak kita bisa mendapatkan aroma harum. Sedangkan berdekatan dengan pande besi, baju kita bisa terkena percikan api, atau paling tidak tercemar polusi asap.
Selanjutnya, pilihlah salah seorang dari rombongan untuk menjadi pemimpin perjalanan, atau amirus-safar. Ini didasarkan pada perintah rasulullah saw:
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ في سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang keluar dalam perjalanann musafir, maka hendaklah mengangkat salah seorang dari mereka sebagai amir (pemimpin)” (Hr. Abu Dawud; Hasan).
Ini menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan bagi umat Islam. Dengan adanya pemimpin yang ditaati, maka setiap potensi yang ada bisa terarah dan saling bersinergi mencapai tujuan bersama yang mulia. Dalam perjalanan musafir yang hanya sebentar saja diperlukan pemimpin, apalagi dalam kehidupan bersama di masyarakat.
5. Jama’ dan Qoshor
Tidak ada alasan meninggalkan shalat lima waktu di perjalanan. Pasalnya, Allah telah memberi kemudahan atau rukhshah. Yaitu rukhshah jama’ dan qashar. Jama’ berarti melaksanakan shalat zhuhur dan shalat Ashar dalam satu waktu. Kalau dilaksanakan di waktu zhuhur disebut jama’ taqdim. Dan kalau dilaksanakan di waktu ashar disebut jama’ ta’khir. Demikian pula shalat maghrib dan isya. Boleh dijama’ dengan cara yang sama.
Masih ada kemudahan lainnya. Yaitu qoshor. Artinya, setiap shalat yang terdiri dari empat rakaat, kita ringkas menjadi dua rakaat saja. Jadi, shalat zhuhur dua rakaat, shalat ashar dua rakaat dan shalat isya’ dua rakaat. Penjelasan mengenai jama’ dan qoshor telah banyak dimuat dalam kitab-kitab fiqh.
Tegasnya, tidak ada udzur bagi shalat lima waktu selain dua alasan. Yaitu tertidur atau terlupa. Itupun, kalau telah bangun atau ingat belum shalat, maka wajib segera melaksanakannya.
6. Saat Menanjak dan Menurun
Walau sedang dalam perjalanan, peluang ibadah dan dzikir tetap terbuka lebar. Dalam keadaan duduk di kendaraan, kita bisa melakukan shalat sunnah tanpa harus menghadap kiblat. Ruku’ dan sujud hanya dengan membungkuk semampunya. Cukup ketika sujud, kita membungkuk lebih rendah dibanding ketika ruku’.
Adanya jalan yang menanjak dan menurun juga menjadi peluang dzikir. Yaitu, kita bertakbir dengan mengucap “Allahu Akbar” ketika menanjak. Dan bertasbih dengan mengucap “Subhanallah” ketika menurun.
Seorang sahabat Nabi saw, Jabir bin Abdullah ra mengatakan:
كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا ، وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا
“Biasanya kami, jika mendaki bertakbir. Dan jika turun bertasbih” (Hr. Bukhari).
7. Penangkal Kejahatan
Kejahatan bisa terjadi di tempat yang sepi dan jauh dari keramaian, bahkan di tempat keramaian di siang bolong. Maka dari itu, disamping sikap hati-hati dan waspada, kita juga perlu membentengi diri dengan do’a yang biasa dibaca oleh nabi Muhammad saw ketika khawatir terhadap kejahatan suatu kaum.
Do’a yang beliau baca adalah:
اللَّهُمَّ إنَّا نَجْعَلُكَ فِيْ نُحُوْرِهِمْ ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ
“Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikanMu di hadapan mereka, dan kami berlindung kepadaMu dari kejahatan mereka” (Hr. abu Dawud; Isnad Shahih).
8. Dua Raka’at Kepulangan
Sama-sama shalat sunnah dua rakaat, tapi ada bedanya. Yaitu, kalau sebelum berangkat kita melaksanakannya di rumah, sedangkan ketika tiba kembali di kampung halaman, kita melaksanakannya di masjid terdekat dengan rumah kita.
Artinya, sebelum masuk rumah, kita singgah di masjid terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat sunnah dua rakaat. Hal ini sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh rasulullah saw. Ka’ab bin Malik ra menuturkan:
أنَّ رَسُوْلَ الله – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ، بَدَأ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ
“Sesungguhnya rasulullah saw jika datang dari bepergian jauh, beliau terlebih dahulu melakukan shalat dua rakaat di masjid” (Hr. Bukhari dan Muslim). Yakni sebelum masuk ke rumah.
Bagi yang sedang bersiap-siap menempuh perjalanan musafir, saya do’akan : “Semoga Allah membekali Anda dengan ketaqwaan, mengampuni dosa Anda, dan memudahkan kebaikan untuk Anda di mana saja Anda berada” Amin. Selamat Jalan…! Fi amanillah.
KH. Arwani Amin, Lc
Staf Ahli LAZ Cilacap
+ There are no comments
Add yours