Oleh: KH. Arwani Amin, Lc
(Staf Ahli LAZ Cilacap & Pengasuh PP Nurul Ihsan)
Perintah Allah itu ada yang mengikat, dan ada yang bersifat anjuran. Perintah yang mengikat disebut wajib atau fardhu. Konsekwensinya, bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan berdosa. Sedangkan perintah yang bersifat anjuran disebut sunnah. Konsekwensinya, berpahala bila dikerjakan, dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Kali ini, kita akan bicara soal puasa yang hukumnya sunnah.
Setelah Yang Fardhu
Kita tahu, puasa yang wajib atau fardhu hanyalah puasa Ramadhan. Selain itu hukumnya sunnah. Sebagaimana shalat yang wajib hanyalah shalat lima waktu. Selebihnya, hukumnya sunnah. Kita perlu memahami skala prioritas, yaitu mengerjakan ibadah yang fardhu terlebih dahulu. Jangan sampai menomor satukan yang sunnah sementara yang fardhu diabaikan. Kalau terpaksa mau pas-pasan, maka utamakanlah yang fardhu saja. Sebab, ibadah yang paling dicintai Allah itu ibadah fardhu, sesuai firman Allah dalam hadits qudsi:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hambaku bertaqorrub (mendekatkan diri) kepadaku, dengan suatu ibadah yang lebih aku sukai, dibanding ibadah yang aku fardhukan kepadanya” (Hr. Bukhari).
Manfaat Amalan Sunnah
Mau mencukupkan dengan amalan yang fardhu-fardhu saja? Boleh saja. Tapi mengkhawatirkan. Mengapa? Karena kita tidak bisa menjamin telah melaksanakan semua amal ibadah fardhu dengan sempurna. Saya pribadi justru berani menjamin, bahwa ibadah fardhu saya masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kita memerlukan amalan sunnah. Apa manfaatnya?
1. Benteng Ibadah Fardhu
Ibadah sunnah yang kita lakukan akan menjadi benteng terhadap ibadah fardhu, sehingga ia selalu terlindungi dan terjaga dengan baik. Maka dari itu, orang yang biasa melakukan shalat sunnah qabliyah maupun ba’diyah, tentu ia lebih bisa menjaga shalat fardhunya, dibandingkan dengan orang yang baru datang ke masjid saat imam sudah tahiyat akhir, dan langsung pergi setelah salam tanpa wiridan. Bagaimana shalat fardhunya bisa terjaga?
2. Penyempurna
Saat seluruh amal kita diperhitungkan di akhirat nanti, maka amal yang pertama kali dihisab adalah ibadah fardhu, terutama shalat. Kalau ada kekurangan, maka ibadah sunnah akan berfungsi sebagai pelengkap atau penyemurnanya. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ الْمَكْتُوْبَةُ . فَإِنْ أَتَمَّهَا, وَإِلَّا قِيْلَ : اُنْظُرُوْا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ . ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ الْأَعْمَالِ الْمَفْرُوْضَةِ مِثْلَ ذَلِكَ
“Sesungguhnya amal seorang muslim yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat fardhu. Kalau ia melakukannya dengan sempurna, maka ditulis sempurna. Kalau ia tidak melakukannya dengan sempurna, maka dikatakan: ‘Lihatlah, apakah ia memiliki shalat sunnah?’. Kalau ia memiliki, maka shalat fadhunya disempurnakan dengan shalat sunnahnya. Selanjutnya, amal ibadah lainnya diperlakukan sama seperti itu” (Hr. Ibnu Majah; Shahih)
3. Penggapai Cinta Allah
Ibadah sunnah merupakan amalan yang menghantarkan kita menjadi orang-orang yang dicintai Allah. Alangkah bahagianya orang yang hidup dan matinya dalam kecintaan Allah. Allah swt berfirman dalam hadits qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan ibadah-ibadah sunnah, hingga aku mencintainya” (hr. Bukhari).
Ragam Puasa Sunnah
Setelah kita mengetahui manfaat ibadah sunnah, maka kita akan bahas tentang puasa sunnah. Apa saja ragam dan macamya? Dan apa dasar hukumnya? Karena Allah hanya mau menerima amal yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw.
1. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa sunnah enam hari di bulan Syawal bisa dilakukan mulai tanggal 2 hingga akhir bulan. Boleh berturut-turut, dan boleh selang seling. Boleh sesudah atau sebelum menqodho’ hutang puasa Ramadhan, karena waktu qodho’ terbentang hingga akhir bulan Sya’ban. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ , كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka nilainya seperti puasa satu tahun” (Hr. Muslim).
2. Puasa Senin dan Kamis
Rasulullah saw bersabda:
تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ, فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ
“Amal-amal dilaporkan pada hari Senin dan Kamis. Maka aku menyukai saat amalku dilaporkan, aku sedang dalam keadaan berpuasa” (Hr. Tirmidzi; Shahih).
3. Puasa Ayyamul-Bidh
Seorang sahabat nabi bernama Abu Dzar ra mengatakan:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُوْمَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ اَلْبِيضَ: ثَلَاثَ عَشْرَةَ, وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ , وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Kami diperintah oleh rasulullah saw untuk berpuasa tiga hari terang bulan. Yaitu tanggal 13, 14, dan 15”. (Hr. Ibnu Hibban dan Nasai; Shahih).
4. Puasa Arofah
Yaitu puasa pada tanggal 9 bulan Dzul-Hijjah atau pada saat jama’ah haji melakukan wuquf di Arafah. Puasa ini disunnahkan untuk orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Rasulullah saw bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ. وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ.
“Puasa hari Arafah – aku berharap kepada Allah – akan menghapuskan dosa tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya”. (Hr. Muslim).
5. Puasa Asyura
Yaitu pada tangga 10 bulan Muharram. Dianjurkan pula berpuasa satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya agar tidak menyamai orang-orang Yahudi. Rasulullah saw bersabda:
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa hari Asyura’ – aku berharap kepada Allah – akan menghapuskan dosa tahun sebelumnya” (Hr. Muslim).
6. Puasa Dawud
Ada informasi yang sampai kepada rasulullah saw bahwa Abdullah bin Amr bin Ash selama hidupnya akan berpuasa setiap hari dan melakukan shalat tahajjud sepanjang malam. Apa nasehat rasulullah kepadanya? “Engkau tidak mampu melakukan itu. Berpuasalah dan berbukalah (tidak berpuasa). Tahajjudlah dan tidurlah. Berpuasalah tiga hari tiap bulan, karena kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Itu seperti puasa satu tahun”.
Abdullah menawar “Sungguh aku mampu melakukan yang lebih utama dari itu”. Beliau bersabda: “Berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari”.
Abdullah masih menawar: “Sungguh aku mampu melakukan yang lebih utama dari itu”. Beliau bersabda:
فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا ، فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامُ
“Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari. Itu puasa Dawud as. Yaitu puasa yang paling afdhol”. Abdullah masih menawar lagi: “Sungguh aku mampu melakukan yang lebih utama dari itu”. Maka nabi saw menegaskan:
لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ
“Tidak ada yang lebih utama dari itu”. (Hr. Bukhari dan Muslim).
7. Puasa Bujang?
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-jazairi dalam kitabnya – Minhajul Muslim – menyebutkan puasa sunnah untuk pemuda yang masih bujang dan belum mampu menikah. Karena puasa akan menjadi penyeimbang sehingga ia bisa mengendalikan syahwatnya. Ini didasarkan pada sabda rasulullah saw:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan, maka menikahlah. Karena menikah itu lebih bisa menjaga pandangan dan memelihara kehormatan. Siapa yang belum mampu, hendaklah berpuasa. Karena puasa itu menjadi pengendali baginya” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Selamat berpuasa sunnah…! Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadah kita. Amin.
+ There are no comments
Add yours