Fadhilah Haji

photo

KH. Arwani Amin, Lc.

Kita tahu bahwa rukun Islam ada lima, salah satunya adalah haji. Rukun berarti pilar atau tiang penyangga yang menentukan kuat tidaknya suatu bangunan. Bangunan Islam akan kuat kalau pilar-pilarnya kita pancangkan dengan kokoh, yaitu dengan cara menyempurnakan rukun-rukunnya.
Haji melambangkan ketundukan total kepada Allah SWT.

Untuk melaksanakan suatu perintah, yang diperlukan hanya satu. Yaitu, apakah ini diperintahkan Allah SWT? Kalau jawabannya “YA”, maka itu cukup, dan langsung kita amalkan. Kita yakin bahwa setiap apa yang diperintahkan Allah SWT pasti mengandung banyak hikmah dan manfaat. Terlepas apakah kita sudah tahu hikmahnya atau belum, kita tetap menyambut dan melaksanakannya. Labbaik…! Kami indahkan perintahmu, ya Allah.
Kalau begitu, lalu apa fadhilah atau keutamaan haji? Keutamaan haji adalah bahwa ia merupakan perintah Allah SWT. Titik. Itu saja sudah cukup. Kita langsung menyambutnya. Labbaik Allahumma labbaik. Kami mendengar dan kami taat. Sami’na wa atha’na. Bagaimana kalau keutamaan dan hikmahnya juga dijelaskan? Sudah barang tentu akan lebih menguatkan hati.

Berikut ini, kita sajikan beberapa hadits Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan atau fadhilah haji:
1.    Biayanya Fi Sabilillah
Biaya yang kita keluarkan untuk menempuh perjalanan ibadah haji, oleh Allah SWT dihitung sebagai biaya fi sabilillah. Harta yang kita belanjakan untuk fi sabilillah, nilainya akan berlipat ganda. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
“Biaya haji itu nilainya seperti biaya jihad fi sabilillah. Dilipat gandakan 700 kali” (Hr. Ahmad).
Seorang petani membenamkan satu biji padi di tanah sawah yang sudah disiapkan. Biji itu tumbuh menjadi batang padi yang mengeluarkan tujuh tangkai. Di setiap tangkainya terdapat seratus biji padi. Hitunglah…! Sudah menjadi berapakah satu biji padi tersebut? Masih ada tambahan lagi. Untuk siapa? Untuk orang yang dikehendaki oleh Allah. Dan Allah maha tahu siapa yang layak mendapatkannya.
Perumpamaan di atas bisa kita fahami dari firman Allah swt yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah (fi sabilillah) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah SWT melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui” (Qs. Al-Baqoroh: 2/ 261).

2.    Hajinya jihad
Kalau biayanya dihitung fi sabilillah, maka pelaksanaan hajinya dihitung jihad. Bahkan dihitung sebagai jihad yang paling afdhal. Siti Aisyah ra pernah bertanya kepada rasulullah soal jihad. Ia berkata “Wahai rasul Allah, kami tahu bahwa jihad itu merupakan amal paling afdhal. Bolehkah kami (kaum wanita) ikut berjihad?”. Rasulullah saw menjawab:
“Bagi kalian ada jihad yang paling afdhol, yaitu haji mabrur” (Hr. Bukhari).
Tapi perlu diingat, bahwa jihadnya haji bukan menghadapi orang-orang kafir dalam perang. Melainkan bekerja sama dengan kaum muslimin dari berbegai penjuru dunia, untuk mengendalikan nafsu agar tunduk patuh kepada perintah Allah SWT. Bersama-sama saling menyayangi dan saling membantu, agar mendapatkan kasih sayang Allah. Karena, siapa yang menyayangi sesama pasti disayang Allah SWT.
Berhati-hatilah jangan sampai menyakiti orang lain karena ingin mencium hajar aswad. Jangan pula memaksa atau menyingkirkan orang lain karena ingin berada tepat di belakang maqom Ibrahim untuk melakukan shalat sunnah dua rakaat. Contohlah Umar bin Khattab ra. Setelah thawaf, ia memilih shalat sunnah dua rakaat di pelataran masjid jauh di belakang maqom Ibrahim. Kenapa? Karena fisik beliau kuat dan takut menimbulkan gangguan pada orang lain.

3.    Menjadi Tamu Allah SWT
Bukan sembarang tamu, melainkan tamu Allah SWT yang menguasai alam semesta. Segala urusan yang dikehendakinya, berada diantara KAF dan NUN. Disambung menjadi KUN. Maka jadilah seperti apa yang dikehendakinya.
Rasulullah SAW telah membimbing umatnya untuk memuliakan tamu. Karena, itu merupakan ciri orang beriman. Beliau pernah bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka muliakanlah tamunya” (Hr. Bukhari dan Muslim). Setiap ajaran yang beliau sampaikan selalu dibimbing wahyu dari Allah SWT. Yang berarti, bahwa Allah memerintahkan Nabi dan umatnya untuk memuliakan tamu.
Lalu, kalau Allah sendiri yang menjadi tuan rumah, dan para jama’ah haji dan umroh menjadi tamu-tamunya,  dapatkah kita membayangkan seperti apakah Allah akan memuliakan mereka? Mari kita simak sabda Rasulullah SAW berikut:
“Jamaah haji dan jamaah umrah adalah tamu-tamu Allah. Kalau berdoa, Allah kabulkan. Dan kalau mohon ampun, Allah ampunkan” (Hr. Ibnu Majah; Shahih).
Wahai para tamu Allah, do’a kalian mustajab. Dan permohonan kalian dikabulkan Allah. Lalu, siapa dan apa saja yang sudah masuk ke dalam rencana do’a kalian? Pada setiap do’anya dalam tahajjud, imam Ahmad bin Hanbal mendoakan banyak orang. Secara lebih khusus, ada lebih dari tujuh puluh orang yang namanya beliau sebut satu persatu dalam doanya. Jangan lupakan kami dari doa-doa kalian yang baik.

4.    Kembali Seperti Bayi
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan bersih. Tidak ada dosa warisan. Sejak menginjak dewasa hingga umur kita hari ini, entah berapa banyak dosa yang pernah kita lakukan. Ada dosa yang kita, dan banyak dosa yang tidak kita sadari. Pada saatnya nanti kita kembali kepada Allah SWT, kita ingin kembali dalam keadaan bersih pula. Kalau kita pinjam piring bersih, saat mengembalikannya hendaknya dalam keadaan bersih pula.
Haji akan menjadi pembersih yang sangat ampuh terhadap dosa-dosa. Syaratnya, jangan berkata-kata kotor dan jangan menyimpang dari perintah Allah dan rasulnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang menunaikan haji, dengan meninggalkan rafats  dan perilaku fasik, maka ia kembali seperti pada hari dilahirkan ibunya” (Hr. Bukhari dan Muslim). Segala perkataan soal sex termasuk rafats. Sedangkan perilaku fasik adalah ketidak taatan kepada Allah.

5.    Dinantikan Surga
Apa yang dinantikan oleh orang yang gigih bekerja siang malam? Tentu ia mengharapkan penghasilan yang memadai, sehingga bisa hidup dengan lebih nyaman dan sejahtera. Ada rumah yang bagus, dikelilingi taman yang indah, kendaraan terbaru, fasilitas kesehatan cukup, dan menikmati kebahagiaan hidup bersama keluarga.
Sayangnya, semua itu akan berakhir dengan kematian. Semuanya akan ditinggalkan. Yang dibawa hanyalah kain pembalut badan, seperti kain ihrom yang dipakai oleh jamah haji. Ya. Semua kenikmatan dunia bersifat sangat sementara, dan sama sekali tidak ada apa-apanya bila dibandingkan nikmat surga di akhirat.
Sebagai suatu gambaran, Rasulullah SAW menjelaskan:
“Ketika ahli surga sudah masuk di dalam surga, maka ada pemanggil yang menyerukan: “Sesungguhnya kalian hidup selamanya, tidak akan mati. Sesungguhnya kalian sehat selamanya, tidak akan sakit. Sesungguhnya kalian muda selamanya, tidak akan tua. Dan sesungguhnya kalian bergelimang nikmat selamanya, tidak akan terusik” (Hr. Muslim).
Itulah balasan yang pantas untuk orang yang hajinya mabrur. Surga kenikmatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Umrah satu ke umrah berikutnya itu menjadi penghapus dosa yang terjadi diantara keduanya. Sedangkan haji mabrur, tiada balasan yang layak baginya selain surga” (Hr. Bukhari dan Muslim).

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours