Sedekah yang kita keluarkan dalam keadaan sempit mungkin memiliki kuantitas yang lebih sedikit dengan sedekah kita ketika longgar. Namun kuantitas yang lebih sedikit ini, jangan sampai menjadikan di antara kita ada yang menganggapnya remeh. Bisa jadi sedekah yang sedikit dari orang yang benar-benar mengetahui fikih sedekah, lebih besar nilainya di sisi Allah dibandingkan sedekah dengan jumlah besar tanpa disertai pengetahuan yang benar tentang
sedekah yang bermanfaat dan diterima oleh Allah.
Berikut ini beberapa hal penting yang harus kita perhatikan dalam bersedekah agar sedekah kita benar-benar bermanfaat dan bernilai besar di sisi Allah.
– Tidak riya atau sum’ah dalam sedekah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa riya dan sum’ah adalah bagian dari perbuatan syirik. Dan hal ini bisa menggugurkan amalan seseorang. Maka hendaknya ketika kita bersedekah benar- benar menghadirkan hati yang ikhlas ingin menggapai ridha Allah bukan karena ingin dilihat atau diketahui oleh orang lain. Dan di antara tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah di hari kiamat ketika tidak ada naungan melainkan naungan Allah, adalah orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sehingga diperumpamakan tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih riwayat Muslim.
– Tidak mengungkit-ungkit.
Mengungkit-ungkit sedekah yang telah dikeluarkan juga bisa meruntuhkan pahala sedekah yang seharusnya didapat oleh orang yang bersedekah. Oleh karena itu hendaknya kita menghindari sikap mengungkit-ungkit sedekah yang telah kita keluarkan.
– Tidak menyakiti perasaan orang yang diberi.
Terkadang, seorang yang bersedekah karena merasa dirinya memiliki keutamaan dari orang lain yang dia beri sedekah, mengatakan suatu ucapan atau melakukan sebuah perbuatan yang menyakiti orang yang dia beri sedekah. Hal ini pun bisa menyebabkan pahala sedekahnya menjadi sia-sia.
Tiga hal di atas; riya, mengungkit-ungkit dan menyakiti perasaan orang yang diberi sedekah adalah hal-hal yang bisa membatalkan pahala sedekah, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah – ta’ala -,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ
عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang kafir.” (al-Baqarah: 264)
+ There are no comments
Add yours