Zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan, baik dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain, mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nishab.
Zakat profesi atau zakat pendapatan adalah zakat harta yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah mencapai nisab. Seperti karyawan, dokter, notaris dan lain-lain.
Dalil Khusus
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik,…”(Al Baqarah: 267)
Ayat di atas menunjukan lafadz atau kata yang masih umum; dari hasil usaha apa saja, “…infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …” dan dalam ilmu fikih terdapat kaidah “Al “ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab”, “bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab.” Dan tidak ada satu pun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi. Oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam kategori ayat diatas.
Harta pendapatan dari hasil Profesi dikeluarkan zakatnya dikarenakan, dari sifat hartanya pendapatan dari hasil profesi termasuk ke dalam 3 kriteria harta atau maal, yaitu:
1. Harta Profesi mempunyai nilai ekonomi yaitu nilai tukar, bukan sesuatu yang gratis untuk mendapatkannya boleh dibantu dengan imbalan kecuali kalau sesuatu itu di tabarru’ kan.
2. Harta Profesi disukai semua orang bahkan banyak yang memerlukannya.
Harta Profesi yang dizakati adalah harta dibenarkan pemanfatannya secara syar’i.
Karena termasuk ke dalam kriteria harta atau maal, maka harta yang didapatkan dari hasil profesi termasuk ke dalam jenis harta yang wajib dizakati. Bahkan pada kenyataannya pendapatan seseorang dari hasil profesi jauh lebih banyak dari pada pendapatan hasil pertanian, khususnya di negara-negara non-agraris.
Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Para ulama berbeda pendapat tentang cara mengeluarkan zakat profesi, dalam modul edukasi ini kami menyebutkan satu pendapat saja yang kami pilih, yaitu dengan menggunakan analogi kemiripan (Qiyas Syibih).
a. Menganalogikan nisab zakat penghasilan kepada zakat hasil pertanian. Karena model memperoleh harta penghasilan mirip dengan panen dari hasil pertanian. Nisabnya senilai 653 kg beras.
b. Sedangkan kadarnya dianalogikan kepada zakat emas atau zakat uang sebesar 2,5%, karena model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang.
c. Waktu mengeluarkannya setiap kali menerima (panen).
Muhammad Taufik Ridho menyebutkan, model penganalogian tersebut tidak asing di kalangan ulama salaf, seperti saat para ulama menganalogikan hamba sahaya. Di satu sisi, hamba sahaya dianalogikan dengan hewan untuk menetapkan boleh/tidaknya diperjualbelikan. Namun disisi lain, hamba sahaya dianalogikan dengan manusia mukallaf ketika mereka harus melaksanakan beberapa taklif, seperti shalat dan puasa.
Pendapat ini lebih mempertimbangkan maslahat bagi muzaki dan mustahik. Mashlahah bagi muzaki adalah apabila dianalogikan kepada zakat hasil tani, baik nisab dan kadarnya, maka hal ini akan memberatkan muzaki karena tarifnya adalah 5%. Sementara itu, jika dianalogikan dengan zakat emas, hal ini akan kurang berpihak kepada mustahik karena tingginya nisab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai nisab. Oleh sebab itu, pendapat ini adalah pendapat pertengahan yang mempehatikan mashlahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahik).
Adapun pola penghitungannya bisa dihitung setiap bulan dari penghasilan kotor menurut pendapat Dr. Yusuf Qardhawi, Muhammad Ghazali dan lain-lain.
Realitanya di Indonesia setiap penghasilan tetap sudah dikenakan pajak penghasilan (PPH) maka yang lebih realistis perhitungan zakatnya adalah diambil dari take home pay sebelum dikurangi pengeluaran untuk kebutuhan pokok.
Contoh:
Bapak Dedi adalah seorang karyawan sebuah perusahaan swasta. Setiap awal bulan ia mendapat gaji dari perusahaannya (take home pay) sebesar Rp8.000.000,-. Dari gaji tersebut beliau keluarkan untuk kebutuhan pokok, biaya rumah tangga (dapur) sebesar Rp3.000.000,-, untuk sekolah 2 orang anaknya sebesar Rp1.000.000,-, membayar cicilan rumah sebesar Rp750.000,-, bayar telepon dan listrik 500.000,- Apakah Bapak Dedi wajib membayar zakat ?
Jawab:
Ketentuan zakat penghasilan :
- Nisab zakat penghasilan adalah 653kg beras atau jika harga beras per kg adalah Rp 10.000,-maka nisabnya sebesar Rp6.530.000,-
- Tarif atau kadarnya 2,5%
Penghasilan Bapak Dedi adalah sebesar Rp8.000.000,- dan sudah melebihi dari nisab. Maka Bapak Dedi wajib membayar zakat dengan penghitungan sebagai berikut: 8.000.000 x 2,5% = Rp200.000,-
+ There are no comments
Add yours